Mengenal Baju Adat Dayak, Asal-usul dan Maknanya yang Menarik

4 hours ago 1

Liputan6.com, Jakarta - Dengan banyaknya suku di Indonesia, negara ini memiliki keragaman masyarakat yang bisa kita lihat dari berbagai budaya, rumah adat, lagu daerah, makanan khas, dan pakaian adat. Untuk pakaian adat, ini bukan sekadar busana, tetapi simbol identitas budaya, kehormatan, status sosial, nilai luhur, dan warisan leluhur yang sarat makna filosofis, mencerminkan kekayaan spiritual dan keagungan tradisi setiap daerah. Contohnya baju adat Dayak. Bagi orang Dayak, baju adat Dayak bukan hanya kumpulan benang yang menutupi tubuh, melainkan sesuatu yang hidup dan mengandung nilai-nilai budaya serta keyakinan terhadap alam dan roh leluhur. Masyarakat Dayak sendiri tersebar di seluruh Kalimantan, dan di antara mereka terdapat banyak sub-suku dengan kebiasaan, adat, dan pakaian yang berbeda-beda pula.

Di setiap bagian baju adat Dayak, baik warna, motif, maupun hiasan, semua dibuat dengan pertimbangan makna tertentu. Jadi, tidak ada yang dibuat asal-asalan. Misalnya warna merah yang melambangkan keberanian, atau bulu burung enggang yang selalu dianggap sakral. Setiap hiasan itu seolah-olah membawa doa agar kehidupan berjalan seimbang. Karena itu, ketika kita melihat baju adat Dayak, yang tampak bukan hanya kain, tetapi kisah panjang tentang hubungan manusia dengan alam dan spiritualitas yang masih terjaga hingga sekarang.

Asal-usul dan Filosofi Baju Adat Dayak

Bagaimana sebenarnya sejarah baju adat Dayak ini? Jika menelusuri asal-usulnya, baju adat Dayak berawal dari kehidupan mereka di tengah hutan Kalimantan yang sangat luas. Dulu, masyarakat membuat pakaian dari bahan-bahan alam yang mudah ditemukan seperti kulit kayu atau serat tanaman. Kulit kayu biasanya dipukul-pukul sampai lunak, kemudian dijemur dan diwarnai dengan bahan alami seperti getah atau arang tumbuhan. Pakaian itu tidak hanya untuk melindungi tubuh dari dingin, tetapi juga untuk menjaga agar roh jahat tidak mengganggu.

Menurut kepercayaan lama di suku Dayak, yang disebut Kaharingan, setiap benda-benda memiliki roh atau jiwa. Maka dari itu, pakaian adat juga punya kekuatan. Orang Dayak percaya jika pakaian adat bisa menjadi pelindung bagi pemakainya. Sebelum dikenakan, biasanya ada ritual tertentu dengan tujuan untuk meminta izin kepada roh leluhur agar pakaian itu membawa berkah. Jadi fungsi pakaian adat di sini lebih dalam daripada sekadar kebutuhan manusia biasa.

Selain punya makna spiritual yang mendalam, baju adat Dayak juga berhubungan dengan kedudukan sosial dalam masyarakat. Misalnya, kaum bangsawan atau orang yang dituakan memakai pakaian dengan motif tertentu, seperti burung enggang atau naga, yang menunjukkan kekuasaan. Sedangkan rakyat biasa memakai pakaian dengan motif daun atau tumbuhan yang melambangkan kehidupan dan kesederhanaan. Dengan cara ini, masyarakat Dayak bisa mengenali siapa yang memiliki peran penting di komunitas mereka hanya dari corak pakaian.

Tap zaman sekarang, bahan dan bentuk baju adat Dayak memang mulai berubah. Kulit kayu tidak lagi dijadikan bahan, dan diganti dengan kain biasa macam satin dan beludru. Meski begitu, makna dan simbolisme dari baju adat Dayak tidak hilang meski bahan telah diubah. Di berbagai acara adat dan festival, masyarakat Dayak masih mengenakan busana tradisional sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya mereka yang sudah berumur ratusan tahun. Walaupun dunia sudah modern, pakaian ini tetap menjadi tanda bahwa akar tradisi Dayak tetap hidup dan tidak menghilang.

Ragam Jenis Pakaian Adat Dayak

Jika dilihat lebih dalam, ternyata suku Dayak memiliki banyak jenis pakaian adat, dan masing-masing memiliki cerita serta fungsi sendiri. Setiap wilayah memiliki perbedaan gaya, bahan, serta warna. Berikut ini beberapa jenis yang paling dikenal.

King Baba dan King Bibinge

King Baba adalah pakaian adat untuk pria dari suku Dayak Iban yang tinggal di Kalimantan Barat. Bahan dasarnya kulit kayu yang sudah dipukul hingga lembut. Bentuknya seperti rompi tanpa lengan, dihiasi ukiran sederhana dengan cat alami. Biasanya pria yang mengenakan King Baba juga membawa mandau dan perisai, karena pakaian ini melambangkan keberanian laki-laki Dayak.

Sementara King Bibinge adalah pakaian untuk wanita. Bentuknya lebih tertutup dan sering dilengkapi kain panjang yang dililitkan di pinggang. Wanita Dayak dipakaikan kalung dari manik-manik dan hiasan bulu burung enggang di kepala. Bulu burung ini dianggap lambang kemuliaan dan juga keanggunan.

Ta’a dan Sapei Sapaq

Kedua pakaian ini berasal dari Dayak Kenyah dan Dayak Benuaq yang hidup di Kalimantan Timur. Ta’a adalah pakaian wanita yang terdiri atas dua bagian: atasan disebut sapei inoq dan bawahan disebut ta’a. Warnanya mencolok dengan pola manik-manik di seluruh bagian kain. Biasanya dikenakan bersama hiasan kepala dan gelang dari serat pohon.

Sapei Sapaq, pakaian untuk pria, mirip dengan rompi terbuka yang dipakai bersama celana pendek khas Dayak. Pria yang mengenakan pakaian ini sering membawa mandau sebagai simbol bahwa ia sudah dewasa dan juga tanda bahwa ia siap melindungi keluarga serta masyarakatnya. Motif-motif pada pakaian ini sering diambil dari bentuk binatang, terutama naga atau burung, yang dianggap punya kekuatan roh pelindung.

Buang Kuureng dan Teluk Belanga

Pakaian ini muncul dari hasil percampuran budaya antara Dayak dan Melayu di Kalimantan Barat. Bentuknya lebih halus dan berkesan sopan. Buang Kuureng biasanya dikenakan oleh perempuan, mirip seperti baju kurung dengan sentuhan ornamen Dayak di bagian lengan dan dada. Sementara Teluk Belanga lebih banyak dipakai oleh kaum pria, terbuat dari kain satin atau sutra dengan warna kuning keemasan yang menandakan kebangsawanan. Kedua pakaian ini sering muncul dalam acara resmi, seperti penyambutan tamu atau perayaan adat.

Jenis Lainnya

Selain itu, ada pula Baju Sangkarut dari Dayak Kenyah, yang juga memakai bahan kulit kayu tetapi dengan hiasan lebih rumit. Ada Tapi Sinta dari Dayak Ngaju berupa rok panjang yang terbuat dari kain tenun berwarna cerah. Pakaian Kalambi milik Dayak Tunjung penuh dengan bordir manik yang mencolok. Sedangkan Lawa’, pakaian khas Dayak Kayan, berupa celana panjang berhias motif hewan dan tanaman. Semua jenis pakaian ini menunjukkan keragaman yang sangat kaya dan memperlihatkan betapa luasnya kebudayaan Dayak di Kalimantan.

Makna Warna, Motif, dan Aksesori

Baju adat Dayak tak cuma indah dipandang, tapi juga punya makna simbolik yang kaya. Setiap warna, motif, dan aksesori yang dipakai bukan sekadar pelengkap baju adat, tapi juga punya arti khusus yang menjadi cerminana nilai kehidupan masyarakat Dayak. Inilah yang justru menjadikan baju adat Dayak tampak begitu istimewa.

a. Makna Warna

  • Merah melambangkan keberanian dan semangat untuk mempertahankan kebenaran.
  • Putih menjadi simbol kesucian, keikhlasan, dan kemurnian jiwa.
  • Kuning menggambarkan keagungan, kehormatan, serta kejayaan.
  • Hitam menandakan kedewasaan, keteguhan hati, dan sering digunakan dalam masa berkabung.
  • Hijau menyimbolkan kesuburan, pertumbuhan, dan kemakmuran alam.

Warna-warna ini tidak hanya untuk mempercantik dan membuat tampilan pakaian jadi lebih indah dipandang, tapi juga menyiratkan doa dan harapan untuk siapa saja yang memakai baju adat Dayak ini.

b. Makna Motif dan Ragam Hias

Motif pada baju adat Dayak punya makna spiritual dan juga sosial. Motif yang menggambarkan manusia (matuari) adalah gambaran dari kehidupan dan hubugan antar sesama. Kemudian motif binatang melambangkan kekuatan dan perlindungan, sedangkan tumbuhan menunjukkan kesuburan dan keharmonisan dengan alam. Motif bintang, matahari, dan bulan menggambarkan dunia gaib dan hubungan manusia dengan roh leluhur. Semua ukiran ini tidak digambar sembarangan, tapi jadi cerminan betapa kuatnya nilai simbolik dalam budaya Dayak.

c. Makna Aksesori

Aksesori seperti kalung, gelang, dan hiasan kepala memiliki makna mendalam. Ada kalong manik yang menandakan status sosial tinggi, sementara simbolong (hiasan sanggul wanita) mempercantik sekaligus menjadi lambang kedewasaan. Tajuk bulu arue atau tantawan dikenakan dalam upacara adat sebagai lambang kebanggaan dan keberanian. Bahkan penggunaan gigi emas memiliki arti kesejahteraan dan kemakmuran keluarga. Semua unsur ini memperlihatkan keseimbangan antara estetika dan filosofi dalam kehidupan suku Dayak.

Pertanyaan dan Jawaban

1. Apa bahan utama pakaian adat Dayak?

Biasanya dibuat dari kulit kayu, serat tanaman, atau kain tenun dengan pewarna alami.

2. Apa arti warna merah dalam pakaian adat Dayak?

Melambangkan keberanian dan semangat juang masyarakat Dayak.

3. Siapa yang memakai King Baba dan King Bibinge?

King Baba untuk pria, sedangkan King Bibinge untuk wanita Dayak Iban di Kalimantan Barat.

4. Apakah pakaian adat Dayak masih digunakan hingga sekarang?

Ya, masih digunakan dalam upacara adat, festival budaya, dan pertunjukan seni.

5. Mengapa pakaian adat Dayak banyak menggunakan motif alam?

Karena masyarakat Dayak sangat menghormati alam dan percaya semua makhluk memiliki roh.

Read Entire Article
Photos | Hot Viral |